Sugriwa (Sanskerta;
Sugrīva) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah
seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di Kerajaan Kiskenda bersama
kakaknya yang bernama Subali.
Ia adalah teman Sri Rama dan membantunya
memerangi Rahwana untuk menyelamatkan
Sita.
Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta (Sugrīva)
artinya adalah "leher yang
tampan".
Sugriwa
dikenal pula dengan nama Guwarsa (pedalangan). Ia merupakan putra bungsu Resi
Gotama dari pertapaan Erraya/Grastina dengan Dewi Indradi/Windardi, bidadari
keturunan Bathara Asmara. Sugriwa mempunyai dua orang saudra kandung
masing-masing bernama : Dewi Anjani dan Subali.
Seperti
juga yang dialami oleh Subali kakaknya, Sugriwa sebelumnya berwajah tampan
dengan nama Guwarsi. Ia berubah menjadi seekor kera ketika berebut Cupu Manik Astagina
dengan kakaknya di Telaga Sumala. Perubahan wujud dari satria tampan menjadi
seekor kera terjadi saat Sugriwa dan kakaknya masuk di air telaga.
Di
dalam kedalaman air telaga Sumala, Sugriwa tidak menemukan benda yang
diperebutkan, yang ditemukan adalah seekor kera besar, sebesar dirinya. Sugriwa
segera menyerang kera tersebut, karena mengira bahwa kera itu telah mengambil
Cupu Manik Astagina. Demikian pula sebaliknya, Subali pun mempunyai anggapan
bahwa kera yang menyerang dirinya itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Oleh
karenanya Subali pun membalas serangan Sugriwa. Maka kemudian diantara kakak
beradik tersebut terlibat dalam peperangan yang seru. Beberapa waktu kemudian
mereka baru menyadari bahwasanya mereka adalah kakak beradik, Guwarsa dan
Guwarsi yang telah berubah menjadi kera.
Setelah
peristiwa itu nama Guwarsa Guwarsi seakan tenggelam berserta ketampanannya.
Mereka lebih dikenal dengan nama Subali dan Sugriwa. Oleh Resi Gotama Sugriwa
dan juga Subali disarankan untuk bertapa di hutan Sonyapringa yang berada di
gunung Argasonya. Di wilayah itulah Sugriwa melakukan tapa untuk memohon agar
dirinya dikembalikan ke dalam bentuk semula. Namun bertahun-tahun sudah Sugriwa
melakukan tapa, apa yang diharapkan tidak pernah terwujud.
Oleh
karena tingkah lakunya yang saling berebut saling menggigit dan saling mencakar
antara sesama saudara kandung, untuk memiliki sebuah benda yang bukan haknya,
Sugriwa lebih sesuai berwujud sebagai seekor kera. Karena sesungguhnya wujud
kera adalah wujud kegagalan. Kegagalan untuk mempertahankan jati dirinya
sebagai seorang kesatria.
Walaupun
Sugriwa tetap berujud kera, ia adalah kera yang sakti mandraguna. Kesaktian itu
didapat pada waktu ia melakukan tapa. Oleh karena kesaktiannya, Sugriwa
dipercaya oleh Dewa untuk membantu Subali dalam menghadapi musuh Kahyangan
yaitu Mahesasura, Lembusura dan Jatasura dari kerajaan Goa Kiskenda.
Setelah menjadi wanara/kera, dalam perebutan Cupumanik Astagina, Sugriwa
diperintahkan ayahnya untuk bertapa Ngidang (hidup sebagai kijang) di dalam
hutan Sunyapringga apabila menginginkan kembali berwujud manusia. Atas jasa
Resi Subali yang berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura, Sugriwa dapat
memperistri Dewi Tara dan menjadi raja di kerajaan Gowa Kiskenda serta wadya/
balatentara kera. Prabu Sugriwa juga menikah dengan Endang Suwarsih, pamong
Dewi Anjani dan memperoleh seorang putra berwujud kera yang diberi nama Kapi
Suweda.
Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi
datang ke Kerajaan Kiskenda untuk menantang
berkelahi dengan Subali . Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang
berkelahi menyerang Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua
orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut
dan menyuruh Sugriwa menunggu di luar. Dengan rasa
cemas dan khawatir Sugriwa menunggu di mulut goa, dengan tidak melepaskan
pandangannya pada sungai kecil yang mengalir keluar goa. Setelah beberapa lama
Sugriwa menunggu, ia dikejutkan oleh mengalirnya darah yang berwarna merah
bercampur dengan darah yang berwarna putih. Dengan cepat Sugriwa mengambil
kesimpulan, bahwa Subali kakaknya telah mati bersama dengan salah satu musuhnya,
Lembusura atau Mahesasura. Maka segeralah ia menutup pintu goa agar musuh yang
masih hidup mati terkubur bersama.
Merasa musuh atau klilip kayangan jonggring
saloka sudah tewa, Bethara Guru dengan senang hati memberikan hadiah kepada
Sugriwa. Hadiah itu adalah Dewi Tara untuk dijadikan istri. Sebenarnya, Sugriwa
merasa berat hati menerima hadiah tersebut, karena dia tahu yang lebih berhak
menerima adalah kakaknya, Subali. Namum, karena yakin kakaknya telah meninggal,
ia menerima hadiah itu.
Saat Sugriwa menikmati masa-masa
kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena Sugriwa telah mengurungnya
di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir Sugriwa jauh-jauh dan merebut istrinya pula.
Sugriwa dengan rendah hati minta ma'af kepada Subali, namun permohonan ma’afnya
tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiskenda sedangkan Sugriwa
beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan
asrama Resi Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya
di daerah itu.
Sugriwa dan Rama
Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan
Laksmana menyeberangi sungai Pampa dan
pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara. Sugriwa takut saat melihat Rama dan Laksmana sedang mencari-cari sesuatu, karena ia
berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan
membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa mengutus keponakannya yang bernama Hanoman untuk menyelidiki kedatangan Rama dan
Laksmana.
Rama dan Laksamana heran menyaksikan kera putih Hanuman
yang dapat berbicara seperti manusia. Hanuman bercerita bahwa rajanya yang
bernama Sugriwa berada di hutan Pancawati karena diusir dari kerajaan Kiskenda
oleh kakaknya yang bernama Subali. Hanuman memohon Rama untuk menolong
Sugriwa menduduki kembali takhta kerajaannya.
Rama menyanggupi. Rama pun bercerita bahwa
pengembaraannya di hutan itu sebenarnya untuk mencari istrinya yang diculik
oleh raja raksasa Rahwana. Dengan diantar Hanuman, Rama dan Laksamana pergi
menuju hutan Pancawati. Sebagai penunjuk jalan Hanuman mendahului mereka sambil
meloncat di antara pepohonan.
Ketika tiba di suatu tempat Rama merasa kehausan.
Laksamana disuruhnya mencari air. Pada sebuah batang pohon Laksamana melihat
air mengalir turun ke bawah. Maka ditampungnya air itu dengan buluh. Ternyata
air itu adalah air mata Sugriwa yang tengah bertapa duduk di atas sebatang
pohon yang tinggi.
Setelah mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang
baik, Hanoman mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di hadapan Rama,
Sugriwa menceritakan masalah dan masa lalunya. Sugriwa juga mengutarakan
permohonannya untuk merebut istri dan kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan
Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain.
Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kerajaan Kiskenda.
Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak
menantang Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung dengan
Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung beberapa lama, Sugriwa makin
terdesak sementara Subali makin garang.
Pertarungan kedua kakak-beradik itu belum berakhir juga.
Sugriwa dengan sekuat tenaga mencabut sebatang pohon tal, lalu dihantamkannya
kepada Subali. Subali rubuh, tapi ia segera bangkit lagi. Subali memuncak
amarahnya. Sugriwa ditangkapnya, lalu dilemparkannya jauh-jauh.
Sugriwa mendekati Rama dan bertanya mengapa Rama belum
juga membantu. Rama menjawab bahwa ia ragu-ragu untuk melepaskan panahnya
karena Sugriwa dan Subali amat mirip . Rama menyuruh Sugriwa berkalung janur
agar mudah dibedakan dari Subali.
Tak lama kemudian Sugriwa dengan berkalungkan janur
kembali ke medan pertarungan. Ditantangnya Subali bertanding lagi. Mendengar
tantangan Sugriwa itu, Subali pun semakin membara amarahnya. Diterkamnya
Sugriwa, lalu diringkusnya sampai ia tak dapat bergerak sama sekali. Pada saat
itulah Rama mengangkat busurnya. Dibidiknya Subali, dan sesaat kemudian
terlepaslah anak panah dari busur Rama. Panah itu menancap di dada Subali, dan
rubuhlah Subali ke tanah.
Panah sakti tersebut menembus dada Subali yang sekeras
intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali
memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rama tidak
mengetahui sikap seorang ksatria. Rama tersenyum mendengar penghinaan Subali
kemudian menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang
dilepaskan Rama tidak akan menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang
bagi Rama. Setelah mendengar penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan
kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugriwa menjadi Raja Kerajaan
Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk dirawat oleh
Sugriwa. Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan napas terakhirnya.
Terlepaslah Sugriwa dari bahaya maut. Tetapi setelah
melihat mayat Subali, hatinya menjadi sedih. Betapa sengit permusuhan kedua
saudara itu. Setelah Sugriwa menyaksikan kematian kakaknya, ia pun tak dapat
menahan air matanya.
Sambil terisak-isak dirangkulnya tubuh kakaknya. Ketika
Rama mendekat, Sugriwa menyembah sambil mengucapkan terima kasih atas
bantuannya. Sugriwa dengan rela hati menyilakan Rama menjadi raja di Kiskenda.
Rama menolaknya karena ia masih menjalankan perintah ayahandanya almarhum,
yaitu hidup dalam pembuangan. Menurut pendapatnya, sudah sewajarnyalah jika
Sugriwa kini menduduki takhta Kerajaan Kiskenda.
Sugriwa
mati dalam usia tua, belum berubah
menjadi sosok kesatria tampan yang bernama Guwarsi.