1.04.2013

hanoman


hanoman


Sugriwa


Sugriwa (Sanskerta; Sugrīva) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di Kerajaan Kiskenda bersama kakaknya yang bernama Subali. Ia adalah teman Sri Rama dan membantunya memerangi Rahwana untuk menyelamatkan Sita.
Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta (Sugrīva) artinya adalah "leher yang tampan".
Sugriwa dikenal pula dengan nama Guwarsa (pedalangan). Ia merupakan putra bungsu Resi Gotama dari pertapaan Erraya/Grastina dengan Dewi Indradi/Windardi, bidadari keturunan Bathara Asmara. Sugriwa mempunyai dua orang saudra kandung masing-masing bernama : Dewi Anjani dan Subali.

Seperti juga yang dialami oleh Subali kakaknya, Sugriwa sebelumnya berwajah tampan dengan nama Guwarsi. Ia berubah menjadi seekor kera ketika berebut Cupu Manik Astagina dengan kakaknya di Telaga Sumala. Perubahan wujud dari satria tampan menjadi seekor kera terjadi saat Sugriwa dan kakaknya masuk di air telaga. 
Di dalam kedalaman air telaga Sumala, Sugriwa tidak menemukan benda yang diperebutkan, yang ditemukan adalah seekor kera besar, sebesar dirinya. Sugriwa segera menyerang kera tersebut, karena mengira bahwa kera itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Demikian pula sebaliknya, Subali pun mempunyai anggapan bahwa kera yang menyerang dirinya itu telah mengambil Cupu Manik Astagina. Oleh karenanya Subali pun membalas serangan Sugriwa. Maka kemudian diantara kakak beradik tersebut terlibat dalam peperangan yang seru. Beberapa waktu kemudian mereka baru menyadari bahwasanya mereka adalah kakak beradik, Guwarsa dan Guwarsi yang telah berubah menjadi kera. 
Setelah peristiwa itu nama Guwarsa Guwarsi seakan tenggelam berserta ketampanannya. Mereka lebih dikenal dengan nama Subali dan Sugriwa. Oleh Resi Gotama Sugriwa dan juga Subali disarankan untuk bertapa di hutan Sonyapringa yang berada di gunung Argasonya. Di wilayah itulah Sugriwa melakukan tapa untuk memohon agar dirinya dikembalikan ke dalam bentuk semula. Namun bertahun-tahun sudah Sugriwa melakukan tapa, apa yang diharapkan tidak pernah terwujud. 
Oleh karena tingkah lakunya yang saling berebut saling menggigit dan saling mencakar antara sesama saudara kandung, untuk memiliki sebuah benda yang bukan haknya, Sugriwa lebih sesuai berwujud sebagai seekor kera. Karena sesungguhnya wujud kera adalah wujud kegagalan. Kegagalan untuk mempertahankan jati dirinya sebagai seorang kesatria. 
Walaupun Sugriwa tetap berujud kera, ia adalah kera yang sakti mandraguna. Kesaktian itu didapat pada waktu ia melakukan tapa. Oleh karena kesaktiannya, Sugriwa dipercaya oleh Dewa untuk membantu Subali dalam menghadapi musuh Kahyangan yaitu Mahesasura, Lembusura dan Jatasura dari kerajaan Goa Kiskenda.

Setelah menjadi wanara/kera, dalam perebutan Cupumanik Astagina, Sugriwa diperintahkan ayahnya untuk bertapa Ngidang (hidup sebagai kijang) di dalam hutan Sunyapringga apabila menginginkan kembali berwujud manusia. Atas jasa Resi Subali yang berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura, Sugriwa dapat memperistri Dewi Tara dan menjadi raja di kerajaan Gowa Kiskenda serta wadya/ balatentara kera. Prabu Sugriwa juga menikah dengan Endang Suwarsih, pamong Dewi Anjani dan memperoleh seorang putra berwujud kera yang diberi nama Kapi Suweda.

Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke Kerajaan Kiskenda untuk  menantang berkelahi dengan Subali . Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugriwa menunggu di luar. Dengan rasa cemas dan khawatir Sugriwa menunggu di mulut goa, dengan tidak melepaskan pandangannya pada sungai kecil yang mengalir keluar goa. Setelah beberapa lama Sugriwa menunggu, ia dikejutkan oleh mengalirnya darah yang berwarna merah bercampur dengan darah yang berwarna putih. Dengan cepat Sugriwa mengambil kesimpulan, bahwa Subali kakaknya telah mati bersama dengan salah satu musuhnya, Lembusura atau Mahesasura. Maka segeralah ia menutup pintu goa agar musuh yang masih hidup mati terkubur bersama.
Merasa musuh atau klilip kayangan jonggring saloka sudah tewa, Bethara Guru dengan senang hati memberikan hadiah kepada Sugriwa. Hadiah itu adalah Dewi Tara untuk dijadikan istri. Sebenarnya, Sugriwa merasa berat hati menerima hadiah tersebut, karena dia tahu yang lebih berhak menerima adalah kakaknya, Subali. Namum, karena yakin kakaknya telah meninggal, ia menerima hadiah itu. 

Saat Sugriwa menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena Sugriwa telah mengurungnya di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir  Sugriwa jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugriwa dengan rendah hati minta ma'af kepada Subali, namun permohonan ma’afnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiskenda sedangkan Sugriwa beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan asrama Resi Matanga, dimana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya di daerah itu.
Sugriwa dan Rama
Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan Laksmana  menyeberangi sungai Pampa dan pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para  wanara.  Sugriwa takut saat melihat Rama  dan Laksmana  sedang mencari-cari sesuatu, karena ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa mengutus keponakannya yang bernama Hanoman  untuk menyelidiki kedatangan Rama dan Laksmana.
Rama dan Laksamana heran menyaksikan kera putih Hanuman yang dapat berbicara seperti manusia. Hanuman bercerita bahwa rajanya yang bernama Sugriwa berada di hutan Pancawati karena diusir dari kerajaan Kiskenda oleh kakaknya yang bernama Subali. Hanuman memohon  Rama untuk menolong Sugriwa  menduduki kembali takhta kerajaannya.
Rama menyanggupi. Rama pun bercerita bahwa pengembaraannya di hutan itu sebenarnya untuk mencari istrinya yang diculik oleh raja raksasa Rahwana. Dengan diantar Hanuman, Rama dan Laksamana pergi menuju hutan Pancawati. Sebagai penunjuk jalan Hanuman mendahului mereka sambil meloncat di antara pepohonan.
Ketika tiba di suatu tempat Rama merasa kehausan. Laksamana disuruhnya mencari air. Pada sebuah batang pohon Laksamana melihat air mengalir turun ke bawah. Maka ditampungnya air itu dengan buluh. Ternyata air itu adalah air mata Sugriwa yang tengah bertapa duduk di atas sebatang pohon yang tinggi.
Setelah mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang baik, Hanoman mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di hadapan Rama, Sugriwa menceritakan masalah dan masa lalunya. Sugriwa juga mengutarakan permohonannya untuk merebut istri dan kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kerajaan Kiskenda.
Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak menantang Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung dengan Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung beberapa lama, Sugriwa makin terdesak sementara Subali makin garang.
Pertarungan kedua kakak-beradik itu belum berakhir juga. Sugriwa dengan sekuat tenaga mencabut sebatang pohon tal, lalu dihantamkannya kepada Subali. Subali rubuh, tapi ia segera bangkit lagi. Subali memuncak amarahnya. Sugriwa ditangkapnya, lalu dilemparkannya jauh-jauh.
Sugriwa mendekati Rama dan bertanya mengapa Rama belum juga membantu. Rama menjawab bahwa ia ragu-ragu untuk melepaskan panahnya karena Sugriwa dan Subali amat mirip . Rama menyuruh Sugriwa berkalung janur agar mudah dibedakan dari Subali.
Tak lama kemudian Sugriwa dengan berkalungkan janur kembali ke medan pertarungan. Ditantangnya Subali bertanding lagi. Mendengar tantangan Sugriwa itu, Subali pun semakin membara amarahnya. Diterkamnya Sugriwa, lalu diringkusnya sampai ia tak dapat bergerak sama sekali. Pada saat itulah Rama mengangkat busurnya. Dibidiknya Subali, dan sesaat kemudian terlepaslah anak panah dari busur Rama. Panah itu menancap di dada Subali, dan rubuhlah Subali ke tanah.
Panah sakti tersebut menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rama tidak mengetahui sikap seorang ksatria. Rama tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang dilepaskan Rama tidak akan menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang bagi Rama. Setelah mendengar penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugriwa menjadi Raja Kerajaan Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk dirawat oleh Sugriwa. Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan napas terakhirnya.
Terlepaslah Sugriwa dari bahaya maut. Tetapi setelah melihat mayat Subali, hatinya menjadi sedih. Betapa sengit permusuhan kedua saudara itu. Setelah Sugriwa menyaksikan kematian kakaknya, ia pun tak dapat menahan air matanya.
Sambil terisak-isak dirangkulnya tubuh kakaknya. Ketika Rama mendekat, Sugriwa menyembah sambil mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Sugriwa dengan rela hati menyilakan Rama menjadi raja di Kiskenda. Rama menolaknya karena ia masih menjalankan perintah ayahandanya almarhum, yaitu hidup dalam pembuangan. Menurut pendapatnya, sudah sewajarnyalah jika Sugriwa kini menduduki takhta Kerajaan Kiskenda.
Sugriwa  mati dalam usia tua, belum berubah menjadi sosok kesatria tampan yang bernama Guwarsi.

kresna